Rahasia Para Peternak

Gambar oleh Madan Babu from Pexels

“Anda kira ini bukan hal yang berbahaya?”

“Tidak ada yang berbahaya bagi sang peternak kecuali tetangganya sendiri! Kau tidak perlu khawatir, kita aman! Datanglah secepatnya lalu kita diskusikan apa yang harus dilakukan! Jangan beri tahu siapapun tentang ke mana dan sampai kapan kau akan pergi!”

#

Gila! 

Kau tahu, sepertinya sang komisaris perusahaan ini sudah lama menggiring para stafnya untuk berjalan berbondong-bondong seakan tidak terjadi apa-apa. Mereka bertingkah layaknya seorang peternak yang sehari-hari membawa hewan kesayangannya ke lapangan lalu membiarkannya melahap rerumputan. Bukan tidak takut akan kehadiran serigala yang bisa menerkam kapan saja, ternyata memang mereka sendirilah yang bisa membuka-tutup pintu itu agar sang serigala bisa masuk lalu keluar seenaknya. 

Kau tahu, sejak kapan orang-orang yang menggelapkan uang dan menyelewengkan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi dan koleganya disebut sebagai tikus-tikus berdasi? Kukira tidak demikian. Istilah tikus ini sepertinya sengaja dimasyhurkan agar mereka selalu terlihat kecil dan tak berdaya ketika sesuatu yang lebih besar datang. Kau tahu, mereka bahkan tak layak disebut sebagai tikus. Mereka tidak kecil. Mereka bahkan tak gentar sekalipun benda yang lebih besar datang untuk menakut-nakuti. Mereka—para bandit-bandit terkutuk itu—adalah para peternak yang lihai lagi licik.

#

Entah, jika hari ini memang sudah menjadi takdir Sang Pencipta bahwa aku akan meregang nyawa, maka semoga aku bisa mati tersenyum sebab bisa lepas dari masalah ini tanpa berurusan dengan mereka. Bayangkan saja, belum seminggu aku menjabat sebagai manajer, audit dari pihak berwajib tiba-tiba saja sudah harus kuhadapi. Awalnya kukira ini hanya kesalahan teknis yang tidak seharusnya terjadi. Rupa-rupanya tidak, setelah cukup sadar dan paham akan situasi; ternyata memang benar, ada peternak yang sedang bermain-main di atas sana. 

#

“Akhirnya kau sudah sampai. Sila duduk dan bersantailah!” pengetua peternak itu, sang komisaris perusahaan, mempersilakanku dengan senyum sumbringah jeleknya.

“Pak, mohon jelaskan dengan rinci dan lengkap kenapa bisa begini! Bukankah audit mandiri yang kita lakukan di internal perusahaan sudah cukup menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dengan pengelolaan keuangan?” aku segera mendesak dengan nada sedikit bergetar.

“Bung! Tenanglah! Kau baru saja menjabat selama seminggu, jadi wajar saja jika orang sepertimu merasa gugup.” sang direksi perusahaan menyelak, tak kusangka kalau dia ternyata juga bagian dari kebobrokan ini.

“Dengar!” sang komisaris memerintah dengan nada tegas.

“Andai kita semua bertindak jujur, kesenangan macam apa yang bisa kita dapatkan? Kita bekerja mati-matian sejak pagi, siang, petang, dan malam tanpa henti. Kita laporkan setiap progres perusahaan dengan sebaik-baiknya. Kita perlakukan staf-staf kita dengan penuh perhatian dan dedikasi. Kurang apa lagi? Salahkah kalau kita mengambil paksa hak kerja keras itu, hah? Lagi pula, mereka yang duduk di kursi pemerintahan pun juga banyak yang seperti kita, tetapi mereka biasa-biasa saja! Maka, tenanglah!” sang komisaris sedikit membentak.

“Jadi, apakah benar ada tangan yang memainkan semua sandiwara ini?” aku bertanya—memastikan.

Yup, kita semua, yang ada di sini!” sang direksi kembali menimpa.

“Kalau begitu, biarkan aku pergi! Tolong! Ambil saja kembali jabatan ini! Aku tidak ingin berurusan dengan hukum.” kulepas dasi dengan sedikit amarah, berdiri, memberi hormat, kemudian berbalik arah.

“Hei!” suara sang direksi mengagetkan.

Aku tidak tahu benda apa yang tiba-tiba menempel di belakang kepalaku. Rasanya dingin, seperti sebuah logam beku berbentuk lingkaran kecil.

“Kau kira, kami adalah tikus yang akan buru-buru pergi sesaat setelah digertak? Ingat, serigala tidak akan pernah mendatangi sang peternak jika masih ada domba-domba gemuk di pandangannya. Kau kira bisa kembali dengan selamat setelah mengetahui semuanya? Kau tahu, orang-orang sepertimu kuakui memiliki keberanian yang cukup tinggi. Sayangnya, kalian selalu datang satu-per-satu seakan-akan bisa menakut-nakuti kami dengan mudah. Kau ini mau menjebak tikus tapi perangkap saja tak punya. Sekali lagi, ingatlah, tidak ada yang berbahaya bagi sang peternak kecuali tetangganya sendiri. Kebetulan, hubungan kami saat ini sedang baik-baik saja!” suara komisaris menggema dalam dinding telinga; daunnya menjadi layu seperti sudah dipanggang di atas tungku.

Hmmmm, jangan-jangan, perangkap tikus itu kami juga yang membuatnya!” bisikan sang direksi merayap melewati udara hampa; perlahan merangkak memilukan dinding telinga.

Sejenak suasana menjadi hening. Sepersekian detik kemudian, tak kulihat dan tak kudengan apa-apa lagi.


Selesai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas
error: Tindakan salin-tempel (copy-paste) tidak diizinkan!