Manifestasi Kata ‘Sadar’ dalam Jejak Perjalanan Pandawara

Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara kita saat ini sedang berada dalam fase darurat sampah. Permasalahan yang satu ini kemudian banyak dikaitkan dengan berbagai masalah lingkungan yang muncul selanjutnya; seperti pencemaran air, pencemaran tanah – termasuk di dalamnya bencana alam – seperti banjir, longsor, dan lain sebagainya. Tahun 2022 yang lalu saja, negara kita setidaknya menghasilkan lebih dari 19 juta ton sampah yang berasal dari berbagai sumber. Dalam besarnya angka ini, terdapat 41.1% limbah makanan serta 18.3% limbah plastik yang mendominasi daripada jenis sampah lainnya.

Hanya saja, permasalahan darurat yang terjadi secara berulang-ulang ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh sistem pengelolaan sampah yang mungkin kita anggap kurang berdampak. Bayangkan saja, hasil input data dari 156 kota/kabupaten di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa 77.75% atau sebanyak 14,828,351 ton sampah telah berhasil dikelola dengan fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah yang ada. Artinya, gerak pemerintah dengan segala bentuk program peduli lingkungan yang telah dipublikasikan secara luas sudah cukup berhasil untuk setidaknya mengurangi potensi buruk yang mungkin akan timbul di masa depan.

Sumber: Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional – LKH 2023 (diperbaharui pada tanggal 1 Maret 2023)

Dari paparan data di atas, ternyata kita masih memiliki sekitar 4,243,813 ton sampah lagi yang belum terkelola. Dengan kata lain, negara kita masih memiliki sekitar lebih dari 2,300 paus biru Antartika berwujud sampah yang bertebaran di berbagai penjuru (dengan perbandingan sederhana: berat 1 paus biru antartika setara dengan berat total 33 gajah dewasa). Tidak bisa dibayangkan seburuk apa potensi yang akan muncul nantinya jika permasalahan ini terus dibiarkan begitu saja. Perlu disadari bahwa secanggih apapun alat-alat pengelolaan sampah yang akan terus dikembangkan oleh banyak pihak nantinya; tidak akan pernah menjamin bahwa permasalahan sampah yang sedang kita hadapi hari ini lantas berubah statusnya menjadi solved.

Mari menghela nafas sejenak, kemudian pikirkan bahwa ternyata ada satu alasan lagi mengapa problematika sampah ini belum juga terselesaikan; manusia dengan kesadarannya.

Akhir 2022 sampai dengan awal 2023 lalu, sebuah kelompok kecil pemuda asal Bandung, Jawa Barat membuat jagat maya Indonesia heboh terkagum-kagum. Bukan tanpa alasan, grup yang berisikan lima pemuda ini menunjukkan kepada kita bagaimana buruknya keadaan lingkungan sekitar karena problematika sampah; yang kemudian mereka eksekusi dengan langsung turun ke selokan, sungai, rawa, dan lain sebagainya – kemudian membersihkan ton-an sampah yang ada, hingga yang sebelumnya kotor tak karuan – menjadi bersih kembali. Kehadiran lima sosok pemuda yang menamai diri mereka dengan ‘Pandawara’ ini sejatinya adalah bentuk lain dari sebuah manifestasi kata sadar.

Selama ini, kita mungkin beranggapan bahwa membuang satu-dua sampah sembarangan tidak akan berdampak apa-apa. Bungkus permen, kantong plastik, kotak makanan, botol minuman; jika dibuang ke sembarang tempat dan hanya sekali itu saja – tak mungkin dong terjadi apa-apa; toh nanti hilang sendiri (dibersihkan atau terbawa aliran air hujan).

Maka begitulah keadaan lumrahnya, jika terdapat 20% saja dari total populasi penduduk Indonesia yang memiliki pemikiran seperti ini, itu artinya akan ada 54.7 juta orang yang kemudian membuang bungkus permen, kantong plastik, kotak makanan, atau botol minuman tadi ke sembarang tempat – satu kali – dan (mungkin) tetap tidak akan terjadi apa-apa. Begitu?

Setelah menganggukkan kepala tanda mengerti terhadap pernyataan sebelumnya; kemudian otak jenius kita kembali berpikir; kan 54.7 juta penduduk itu nggak mungkin barengan atau buang sampahnya di tempat yang sama sekaligus?

Tepat sekali. Jika kemudian muncul 100 Pandawara lain di seluruh Indonesia, namun 20% dari total populasi tetap berpikir demikian, maka tak perlu ada yang diharapkan akan cita-cita untuk menjadi negeri besar dengan kebersihan lingkungannya yang terjamin. Bisa saja, dari 54.7 juta penduduk yang tetap berpikiran sama seperti tersebut, akan lahir juga belasan-puluhan-ratusan-ribuan-jutaan orang-orang lain yang teredukasi melalui pemikiran si otak jenius; denga kata kan, nggak akan, nggak ngaruh, satu kali doang, nggak ada yang liat kok, aman ini, kecil juga sampahnya, palingan nanti ada yang ngebersihin, nanti juga hanyut itu, ada tukang sampah nanti, tenang aja, gampang itu, biarin aja lah.

Tapi semoga tidak – karena sejatinya kita adalah bangsa yang cerdas, peduli, kompak, dan sama-sama menginginkan masa depan negeri yang lebih baik lagi. Lingkungan hidup pada dasarnya adalah satu unsur yang memiliki dampak besar terhadap kelangsungan unsur-unsur lainnya; pendidikan atau pekerjaan misalnya. Hanya saja, positif atau tidaknya dampak tersebut; kita yang bisa menentukannya – hari ini, esok, lusa, dan di kemudian hari, selamanya.

“Sebenarnya, sebanyak apapun sampah yang kita bersihkan, mungkin dalam waktu singkat tidak akan pernah beres (masalah banjir), misalkan memang kesadaran dari masyarakat Indonesia tetap kurang” – Pandawara, dalam wawancara eksklusif bersama Denny Sumargo.

Kata Pandawara sendiri juga; mereka itu bukan membersihkan, tapi mengurangi.

Mari artikan kata ‘sadar’ dengan sebaik-baiknya arti. Mari maknai kata ‘kesadaran’ dengan sebenar-benar makna. Pandawara telah memberikan contoh; mereka telah berhasil menginspirasi – mengajak ratusan pemuda dari puluhan komunitas pembersih lingkungan baru untuk melakukan hal yang sama. Jika saat ini kita belum termasuk dalam komunitas-komunitas itu, mari kita bantu niat dan tekad kuat mereka dengan mengawali semuanya dari diri sendiri; jangan buah sampah sembarangan!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas
error: Tindakan copy-paste tidak diizinkan!